Mereka bilang saya junior yang seperti babi yang punya mimpi tinggi yang tidak akan pernah terwujud.
Satu hari, saya beranikan diri menelpon agensi lama Afgan, Wanna Be, lalu mereka menghubungkan saya dengan Ibu Tessy Djamalus atau ibu Echi. Saya meminta Ayah saya yang berbicara dan ia meminta Ibu Echi agar saya dapat bertemu dengan Afgan.
Alhamdulillah, beliau memperbolehkannya.
Hari Sabtu sore ia mengijinkan saya bertemu dengan Afgan yang dijadwalkan manggung di Cilandak Town Square, dan ia memberikan nomer telepon asisten Afgan saat itu, Mas Satria.
Itu pertama kalinya saya bertatap langsung dengan Afgan setelah sebelumnya hanya menontonnya dikerumunan remaja wanita disetiap shownya.
Foto kebersamaan saya dengan Afgan saat itu langsung saya unduh ke akun sosial media milik saya, dan langsung di lihat seluruh orang di sekolah. Bukan komentar baik yang saya terima, malah komentar-komentar hinaan.
Mereka bilang saya tidak pantas bersampingan dengan Afgan, mereka bilang difoto itu saya hanya terlihat seperti budak.
Tapi saya tidak perduli.
Kurang lebih enam tahun berlalu, beberapa orang-orang itu menemukan saya di Path. Lalu mereka bertanya-tanya kebingungan.
Orang yang dulu mereka hina, mereka bilang gila, tidak tahu diri dan sebagainya, akhirnya dapat bersampingan dengan idolanya tanpa harus susah payah.
Idolanya bahkan hapal namanya, hapal seorang penggemar yang delapan tahun lebih mendukung karirnya.
Orang yang dulu mereka hina dulu bahkan sekarang membawakan kue hadiah hari jadi klub penggemar idolanya.
Mereka terus bertanya-tanya. Bagaimana bisa orang yang dulu mereka sebut babon itu bahkan bersebelahan sangat akrab dengan idolanya? Salah satu penyanyi berbakat yang memiliki banyak fans. Dan banyak orang yang ingin bertemu saja rasanya sulit.
Saya tidak menyimpan dendam atas komentar-komentar yang mereka tuliskan di Facebook dulu. Saya sudah menganggapnya angin lalu.
Tetapi saya memaafkan, bukan berarti saya melupakan.
Saya masih ingat saat saya tidak ingin berangkat ke sekolah, meski dipaksa, karena hari sebelumnya seseorang meneriakkan saya saat saya berjalan ke kamar mandi.
Lalu saat saya melihat tulisan-tulisan di dinding kamar mandi sekolah yang menyebutkan saya orang gila yang berharap terlalu tinggi bisa bertemu dengan Afgan.
Lewat postingan ini, saya ingin memberitahukan kepada mereka, saya tidak gila.
Dan saya mampu menunjukkannya kepada mereka.


