Friday, December 23, 2011

Dia, 8 September 2011

Dia... seseorang yang mampu meluluhkan, dan juga melumpuhkanku.
Dengan atau tanpa kalimat yang terucap, aku senang menjadi seseorang yang dia pikirkan.
Dulu... sebelum akhirnya dia meninggalkanku, berpisah, dan memilih wanita lain.
Disini ada dia. Tepat didiamku.
Tapi, Tuhan sudah menakdirkan kita untuk berpisah.
Ada air mata yang tertahan di mataku.
Sesungguhnya, air mata adalah sebuah kehadiran, yang kerap membasuh kebencian.
Tapi kebencian adalah beban teamat berat untuk ditanggung.
Makanya, aku lebih memilih untuk tetap mencintainya.
Bukan karena aku tegar, tapi, daripada terus menerus sedih, aku memilih berkata sudah.
Aku begini karena aku mengenalnya. Sangat mengenalnya.
Jika tidak bisa di dalam hati, aku akan memilikinya selalu, di dalam ingatanku.